anekaniagaindonesia.id Manipulasi pasar menjadi salah satu bab yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (“UU Pasar Modal”), yaitu dalam Bab XI.
Sebagaimana ketentuan Pasal 91 UU Pasar Modal, manipulasi pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh setiap pihak secara langsung maupun tidak dengan maksud untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di bursa efek.
Sementara itu, definisi cornering the market (cornering) menurut Blacks Law Dictionary adalah:
“A "corner (cornering the market)" is a condition arising when a much greater quantity of any given commodity is sold for future delivery within a given period than can be purchased in the market.”
Baca juga: Hal yang Mengatur Tentang Lembaga Pendidikan Membentuk PT
Dalam ruang lingkup Pasar Modal di Indonesia, definisi tersebut di atas sesuai dengan ketentuan Pasal 92 UU Pasar Modal, yang berbunyi:
“Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek.”
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut di atas, unsur-unsur tindakan yang dilarang adalah:
- Melakukan 2 transaksi efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung;
- Menyebabkan harga efek di bursa efek tetap, naik, atau turun;
- Dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan efek.
Sebagaimana ketentuan Pasal 104 UU Pasar Modal, setiap pihak yang melanggar ketentuan Pasal 92 tersebut di atas, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.
Salah satu contoh kasus mengenai tindak pidana cornering the market (cornering) ini adalah kasus transaksi saham PT Bank Pikko Tbk yang terjadi sekitar tahun 1997.
Pada bulan Maret 1997, Benny Tjokrosaputro melalui PT Multi Prakarsa Investama Securities melakukan transaksi saham PT Bank Pikko Tbk sehingga jumlah pemilikan saham oleh Benny mencapai 4.500.000 saham.
Baca juga: Akibat Hukum Menjual Saham WNI ke WNA
Transaksi tersebut dilakukan dengan menggunakan 13 nama pihak lain. Pada bulan April 1997 perdagangan saham PT Bank Pikko menjadi sangat aktif dan harga saham meningkat hingga 20%.
Pendi Tjandra, Direktur PT Multi Prakarsa Investama Securities (dikendalikan oleh Benny) melakukan transaksi saham Bank Pikko secara aktif melalui PT Putra Saridaya Persada Securities (PSP Securities).
Atas permintaan Pendi Tjandra, PSP Securities memecah order beli dan jual saham Bank Pikko melalui perusahaan efek lain.
Spekulan yang saat itu memperkirakan harga saham Bank Pikko akan turun kemudian melakukan transaksi jual saham Bank Pikko meskipun tidak memiliki saham tersebut dengan harapan harga saham akan turun. Akibatnya, terdapat 52 dari 127 Perusahaan Efek yang gagal menyerahkan saham Bank Pikko.
Baca juga: Menggugat Direktur Perusahaan